BukuBuku
Buku
CourseCourse
Course
eBookeBook
eBook
StationeryStationery
Stationery
LeksikaMartLeksikaMart
LeksikaMart
Hi, Guest!

Konsep 50 : 30 : 20 dalam Pengelolaan Keuangan Pribadi

17/08/2025
Berita
Konsep 50 : 30 : 20 dalam Pengelolaan Keuangan Pribadi

Beberapa waktu lalu, saya mendengarkan sebuah podcast yang cukup mengusik pikiran saya. Narasumber dalam podcast tersebut adalah seorang penyanyi cilik yang beberapa waktu lalu menggemparkan Indonesia dengan lagu dewasa yang dinyanyikannya di Istana Negara. Namun, yang ingin saya bahas bukanlah soal lagu dewasa yang ia bawakan, melainkan masalah pengelolaan keuangan pribadi yang salah kaprah, yang saya dengar dalam percakapan tersebut.

Penyanyi cilik itu mengungkapkan bahwa uang yang diperoleh dari hasil menyanyi, yang dikelola oleh orang tuanya, ternyata hanya tersisa Rp10.000. Tentu saja hal ini membingungkan baginya. Ia merasa sudah bekerja keras, namun hanya menyisakan sedikit uang. Saat ia bertanya kepada ayahnya, sang ayah menjawab, “Kamu selama ini boros, sih.” Ini justru semakin membuat sang anak merasa bingung dan frustrasi, karena penghasilan besar yang seharusnya cukup untuk hidup malah menguap begitu saja.

Masalah semacam ini bukan hanya dialami oleh selebriti cilik tersebut, melainkan juga oleh banyak keluarga di Indonesia. Banyak orang yang memiliki penghasilan besar, namun terlilit utang atau bahkan tidak memiliki dana darurat yang memadai jika terjadi musibah besar. Belum lagi, utang pinjaman online (pinjol) yang semakin marak di masyarakat.

Lalu, bagaimana seharusnya kita mengelola keuangan pribadi atau keluarga agar tidak terjebak dalam kesulitan finansial, baik di masa kini maupun masa depan?

Konsep 50:30:20 – Metode Cerdas Pengelolaan Keuangan

Salah satu metode yang bisa diterapkan adalah konsep 50:30:20. Apa itu? Konsep ini membagi pengeluaran bulanan kita menjadi tiga kategori utama, sebagai berikut:

  • 50% untuk kebutuhan hidup: Ini mencakup pengeluaran untuk hal-hal dasar seperti makanan, transportasi, biaya sekolah atau kuliah anak, tagihan listrik, air, dan lainnya.

  • 30% untuk keinginan: Ini adalah pengeluaran untuk hal-hal yang tidak mendesak, seperti hiburan, makan di restoran, belanja pakaian branded, nonton konser, atau hangout di kafe.

  • 20% untuk cicilan dan tabungan/investasi: Alokasi ini digunakan untuk membayar cicilan utang dan menyisihkan uang untuk menabung serta berinvestasi.

Misalnya, jika Anda memiliki penghasilan Rp10 juta per bulan, maka pembagian pengeluaran akan terlihat seperti berikut:

  • 50% untuk kebutuhan: Rp5 juta

  • 30% untuk keinginan: Rp3 juta

  • 20% untuk cicilan dan tabungan/investasi: Rp2 juta

Meskipun konsep ini terlihat sederhana, penerapannya tidak semudah yang dibayangkan.

Tantangan Penerapan Konsep 50:30:20

Banyak orang lebih terfokus pada pemenuhan keinginan daripada kebutuhan. Salah satu faktor yang memengaruhi adalah fenomena FOMO (Fear of Missing Out), di mana seseorang takut ketinggalan zaman jika tidak mengikuti tren yang sedang populer. Contohnya, berolahraga merupakan kebutuhan untuk menjaga kesehatan tubuh. Namun, olahraga lari bisa menjadi keinginan jika seseorang membeli sepatu lari yang sedang tren atau wearable dengan harga yang tidak murah.

Jika seseorang ingin dianggap sebagai runner sejati, ia bisa tergoda untuk mengikuti berbagai event lari, baik yang diselenggarakan di dalam negeri maupun luar negeri, yang tentu saja membutuhkan dana yang cukup besar.

Tidak ada yang salah dengan berolahraga atau mengikuti event lari, selama pengeluaran tersebut masih sesuai dengan kemampuan finansial Anda. Yang penting adalah tidak memaksakan diri dan menjaga keseimbangan antara kebutuhan dan keinginan.

Selain itu, banyak orang yang merasa perlu menunjukkan keberhasilan mereka dengan membeli barang-barang yang tidak terlalu dibutuhkan, seperti mobil, pakaian, atau sepatu branded. Jika kemampuan finansial memadai, hal ini tidak masalah. Namun, jika dipaksakan, bisa berujung pada kekurangan dana yang akhirnya ditutupi dengan utang, terutama pinjol. Mengenai pinjol, saya akan bahas lebih lanjut di artikel berikutnya.

Menabung: Kenapa Banyak Orang Gagal?

Sering kali, orang merasa tidak bisa menabung karena mereka beranggapan bahwa hanya dengan penghasilan tertentu seseorang bisa mulai menabung. Misalnya, seseorang berpikir bahwa hanya jika penghasilannya mencapai Rp10 juta per bulan, baru ia bisa menabung. Namun kenyataannya, saat penghasilan meningkat, keinginan pun semakin bertambah. Dengan penghasilan yang lebih besar, seseorang bisa merasa lebih mampu membeli barang-barang yang sebelumnya tidak terjangkau, dan akhirnya tabungan tetap tidak terwujud.

Yang perlu dipahami adalah, menabung bukan tergantung pada besaran penghasilan. Berapapun penghasilan Anda, Anda tetap bisa menabung 20% dari pendapatan Anda.

Kedua, banyak orang gagal menabung karena mereka berpikir menabung berarti hanya jika ada sisa uang di akhir bulan. Padahal, menabung seharusnya dilakukan dengan cara menyisihkan sebagian dari penghasilan di awal bulan, bukan di akhir bulan. Misalnya, jika Anda berpenghasilan Rp10 juta, pastikan untuk menyisihkan Rp2 juta untuk tabungan sejak awal bulan. Dengan demikian, maksimal pengeluaran untuk kebutuhan dan keinginan adalah Rp8 juta.

“Menabung harus disisihkan di awal, bukan apa yang tersisa di akhir bulan.”

Kesimpulan

Agar tidak mengalami kesulitan keuangan, kita harus fokus pada pemenuhan kebutuhan yang lebih prioritas, bukan sekadar memenuhi keinginan. Selain itu, menabung dan berinvestasi adalah langkah yang sangat penting agar keuangan kita tetap stabil di masa depan. Metode 50:30:20 memberikan panduan yang jelas dan terstruktur dalam mengelola keuangan pribadi, serta membantu kita menjaga keseimbangan antara kebutuhan, keinginan, dan tabungan/investasi.

Ingatlah, pengelolaan keuangan yang baik adalah kunci untuk mencapai stabilitas finansial yang berkelanjutan, baik di masa kini maupun di masa depan. Jangan sampai kesalahan dalam mengelola keuangan membuat kita terjebak dalam kesulitan yang seharusnya bisa dihindari.

 

Dibuat oleh Catur Sasongko, S.E., M.B.A., CA., AMA.
Dosen di Dep. Akuntansi FEB-UI

   Mengajar di Program Studi (Prodi) Akuntansi S-1 Reguler & Ekstensi, Magister Akuntansi (MAKSI), dan Magister Manajemen (MM) FEB-UI.Serta aktif menerbitkan konten daring (dalam jaringan—online), baik berupa buku,e-book (electronic book), materi pembelajaran daring  (e-learning), maupun materi pelatihan (daring dan luring [luar jaringan—offline]), termasuk juga materi pelatihan sertifikasi (review), seperti Certified Public Accountant (CPA) ReviewCertified Professional Management Accountant (CPMA) ReviewChartered Accountant (CA) Review.

Melalui YouTube channel-nya @Catur Sasongko_educhannel, Bapak Catur aktif memberikan edukasi kepada mahasiswa, sesama rekan pengajar, ataupun masyarakat umum.

Berita Lainnya